ARAH pembangunan di level terkecil desa mengalami distorsi, semata bukan karena lemahnya pengawasan dan partisipasi masyarakat namun lebih pada aspek fundamentalnya. Orientasi pembangunan tergeser jauh d sumbu episentrumnya, upaya penggelontoran Dana yang fanatastis di tambah durasi masa periodeisasi kepala desa bukanlah issue central kebutuhan pembangunan masyarakat Desa.
Kelemahan utama yang mesti di ucapkan hari ini ialah soal ketidakmampuan para penguasa desa yang mestinya visioner dalam mengkonstruk arah pembangunan dan mengejar ketertinggalan pembangunan yang ada. Memastikan variabel pembangunan desa berdasarkan kebutuhan berskala lokal desa merupakan awalan yang mesti d pahami oleh pucuk pimpinan di desa.
Sudah barang tentu kita semua bersepakat bahwa pembangunan merupakan proses yg terjadi secara terus menerus, dan Kepala Desa bukan “Om Jin” Yang mampu menyulap desa menjadi lebih baik dalam waktu sekejap. Namun jika di runut ke belakang realisasi serta pemanfaatan Dana Desa (DD) semenjak tahun 2015 hingga kini bukanlah waktu singkat untuk mencapai kemajuan desa dan kesejahteraan masyarakatnya.
Capaian-capaian pembangunan desa nampak absurd oleh karena kuatnya tarikan kepentingan politik lokal di desa ketimbang memastikan multi player effect dari setiap program pembangunan Desa. Undang-undang desa hanya melahirkan oknum-oknum yang mementingkan keuntungan jangka pendek yang bersifat matrealistik. Agenda pembangunan yang mestinya merupakan perwujudan kehendak warga diamputasi oleh kepentingan politik di lingkar elit desa dan daerah.
Data pembangunan yang tersajipun patut diduga di ragukan akuntabilitasnya. Sayangnya kita terlalu terbiasa dengan parameter kuantitatif untuk mengukur kemajuan desa dalam mengoptimalkan pemanfaatan dana desa ketimbang melihat lebih jauh dan serius pada aspek kualitatifnya. Sebagai contoh, Issue kemiskinan seolah hanya soal angka dan anehnya lagi kita memandang solusi penyelesaian nya juga di ukur dengan menggunakan angka tanpa mempertimbangkan akar persoalan kemiskinan yang kompleks dan fundamen. Regulasi sebagai rujukan hukum cenderung di tiadakan tanpa ada kejelasan yang pada akhirnya sekali lagi masyarakat lah yg menerima dampaknya.
Tentu catatan ini bukan tanpa alasan mengingat masih begitu banyak desa penerima manfaat dana desa yang masyarakat nya jauh dari harapan sejahtera di tahun ke-10 dana desa digulirkan. Catatan ini juga tidak bermaksud mengugurkan peran kepala desa dan stakeholdernya yang telah berupaya sedemikian rupa mendorong percepatan pembangunan desa menuju desa maju dan mandiri.
Namun jika mau terbuka atas kritik dan saran, kiranya catatan ini perlu menjadi renungan atas apa yang terjadi di desa sampai sejauh ini.
Penulis : Rizal I. Muhammad, SE (Alumni FE Unkhair)