(Refleksi Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke 77 tahun)
Oleh: Ekklesia Hulahi
Dalam pidatoku, Sekali Merdeka tetap Merdeka! Kucetus semboyan: Kita cinta damai, tetapi kita lebih cinta KEMERDEKAAN. ( Ir. Soekarno)
HARI Kemerdekaan Indonesia yang ke 77 tahun ini, menjadi refleksi penting bagi seluruh rakyat Indonesia. Termasuk bagi kaum perempuan, yang hingga kini nasibnya masih banyak dipertaruhkan. Betapa tidak, masih banyaknya angka kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan, seakan menyandera kemerdekaan mereka. Kemerdekaan merupakan wujud nyata meraih kendali sebuah kebebasan dari keterpenjaraan, di mana setiap individu maupun kelompok dapat hidup aman tanpa ada ancaman.
Menurut Profesor Driyarkara, mengatakan bahwa merdeka itu harus punya kekuasaan untuk menguasai diri sendiri dan perbuatannya. Dan tentu saja, seseorang yang merdeka tak boleh menindas kemerdekaan subjek lainnya. Sebab, di balik kemerdekaan diri sendiri ada kemerdekaan orang lain yang patut dihargai dan dihormati.
Bung Hatta juga pernah mengingatkan, bahwa kemerdekaan bukan hanya merdeka dari penjajahan, tetapi juga merdekanya setiap individu dan warga negara dari segala macam penindasan, eksploitasi dan penghisapan.
Pertanyaannya adalah apakah perempuan Indonesia khususnya perempuan maluku utara hari ini sudah menikmati kemerdekaannya? Menurut beberapa referensi, Badrun dalam tulisannya mengenai persoalan perempuan mengatakan bahwa perempuan Indonesia belum punya kemerdekaan penuh atas tubuhnya sendiri. Buktinya, sampai sekarang ini, perempuan di maluku utara masih menjadi sasaran kekerasan seksual. Tentu menjadi perhatian kita bersama, bagaimana kondisi kaum perempuan yang hingga kini nasibnya masih dipertaruhkan. Melihat masih tingginya angka kasus kekerasan yang menimpa perempuan di maluku utara, tentu hal tersebut menjadi cerminan, bahwa masih menyandera kemerdekaan hidup mereka.
Data CATAHU 2022 ini Komnas Perempuan, di Indonesia tahun 2021 terdapat 338.496 kasus, sedangkan tahun 2022 terdapat 1.411 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan. Data kekerasan seksual yang dilaporkan oleh Komnas Perempuan tersebut, mengalami peningkatan tiap tahunnya. Jenis kekerasan yang terjadi pun semakin kompleks, dalam hal pola dan tingkat kekerasannya. Di antara kasus perkosaan inses, pencabulan, pelecehan seksual, kekerasan Cyber, perbudakan seksual, pemaksaan perkawinan, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan pelacuran & pemaksaan aborsi.
Pada dewasa ini di provinsi maluku utara berbagai ancaman kekerasan dan pelecehan seksual, membuat perempuan masih dihantui dengan tindakan kekerasan seksual. Walaupun sudah ada kejelasan payung hukum terhadap korban kekerasan seksual, Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasaan seksual (UU TPKS) yang diusung oleh berbagai kalangan dan pergerakan perempuan.
Setelah UU TPKS disahkan oleh DPR pada tanggal 09 April 2022 angka kasus kekerasaan seksual semakin meningkat. Terkuak dengan beberapa kasus kekerasaan seksual sekolah selamat pagi Indonesia di malang, pelecehan seksual 11 santriwati di depok, pemerkosaan di kepulauan tidore maluku utara ( sumber: Berita detik com, Kompas.com, dan kieraha.com). Masih banyak kasus kekerasaan dan pelecehan seksual di maluku utara beberapa hari kemarin terjadi kepada anak dibawah umur di kabupaten Halmahera utara. Kasus yang sebelumnya belum diselesaikan muncul lagi kasus baru. Maluku utara darurat kasus kekerasaan dan pelecehan seksual, ini menunjukan bahwa penanggan kasus kekerasaan dan pelecehan seksual di Indonesia terkhusus di provinsi maluku utara masih lemah. Sehingga pemerintah provinsi maluku utara harus jadikan UU TPKS sebagai senjata agar mampu menyelesaikan kasus kekerasaan dan pelecehan seksual dengan cepat dan trnsparansi apalagi dalam penangganan hukum dan keadilan bagi korban serta penanganan pemulihan kesehatan atau rasa trauma korban.
Kemudian bagaimana saat ini kita dapat meminimalisir angka kekerasan seksual yang hingga kini semakin meningkat di Indonesia terkhusus di Provinsi Maluku Utara? Tentunya kita perlu menanamkan bentuk kepedulian terhadap isu ini, dengan kita angkat bicara, apabila kita mengalaminya, ataupun melihat langsung, kita harus memberanikan diri melawan dengan tegas segala bentuk kekerasan seksual yang terjadi, sembari kita juga mengedukasi generasi muda terkait isu ini.
Pada hari Kemerdekaan Indonesia saat ini, tentu sangat relevan untuk dijadikan sebagai momentum untuk perempuan maluku utara bersuara agar tetap merdeka dan tidak terbelenggu kekerasaan seksual. Terus melibatkan perempuan Indonesia terkhusus perempuan Maluku Utara dalam pembangunan daerah hingga pembangunan bangsa. Karena sejatinya kaum perempuan perlu dilibatkan, sebagai subjek pembangunan sehingga mereka bisa mendapatkan pendidikan yang tinggi, dan kehidupan yang bebas dari kekerasaan seksual dan tentunya hal tersebut dapat menekan angka kekerasan seksual terhadap perempuan.
Mari bersama menyuarakan, bahwa sesungguhnya merdeka sejati itu bebas dari kekerasan fisik, psikis, seksual dan penelantaran. Semangat baru, menjadikan Indonesia lebih maju dan Maluku Utara bebas dari belenggu kekerasaan seksual!
*Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana UMY