TERNATE#- Fakultas Hukum Universitas Khairun (Unkhair) Ternate melakukan MoU dengan Fakulti Perundang-Undangan & Hubungan Antarabangsa Universiti Sultan Zainal Abidin, Terengganu Malaysia (FUHA UNISSZA), Selasa (30/5/2023).
Selain MoU, dirangkaikan juga dengan seminar International dengan Tema “Cyber Crime and Personal Data Protection” di aula Nuku Lantai 4 Gedung Rektorat Unkhair Ternate.
Dekan Fakuktas Hukum Unkhair Ternate, Jamal Hi. Arsad dalam sambutannya menyampaikan, kerjasama antara FH Unkhair dengan FUHA UniSZA merupakan upaya untuk mengembangkan relasi FH Unkhair dalam cakupan yang lebih luas dengan negara lain.
Menurutnya, kerjasama ini merupakan suatu tuntutan dan motivasi bagi Fakultas untuk meningkatkan kualitas akademik ke level internasional, dimana saat ini Program Studi (Prodi) Ilmu Hukum merupakan prodi dengan Akreditasi A, sehingga memperkuat hubungan kerjasama dengan fakultas hukum atau sejenisnya dari negara lain, maka memperbesar peluang Fakultas Hukum.
“Prodi Ilmu Hukum sudah akreditasi Internasional.Sehingga butuh terobosan lebih maksimal,” jelasnya.
Atas keberhasilan penyelenggaraan kegiatan tersebut, sebagai Dekan, kata dia, mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak, antara lain, Rektor Unkhair dan jajarannya atas support yang luar biasa sehingga kegiatan ini dapat terlaksana. Terima kasih juga ditujukan kepada para Narasumber yang telah hadir pada seminar internasional ini.
Sementara, seminar internasional yang dilaksanakan FH Unkhair menghadirkan 4 (empat) pembicara/narasumber yaitu : Assoc. Prof. Dr. Nazli Ismail Nawang (Dekan FUHA UniSZA Malaysia), Dr. Aminudin bin Mustaffa (Deputy Dean of Research and Development FUHA UniSZA Malaysia), Assoc. Prof. Heru Susetyo, SH. LL.M. M.Si. M.Ag. Ph.D (Faculty of Law Universitas Indonesia), dan Bhanu Prakash Nunna, Ph.D (Assistant Professor (Psychology and Victimology), School of Law, RV University, Bengaluru, Karnataka, India). Serta dimoderatori oleh Isyana Kurniasari Konoras, S.H., M.H. (Dosen FH Unkhair).
Nazli Ismail Nawang dalam materinya tentang “International Personal Data Protection Practices” memaparkan bahwa Perlindungan data adalah tentang mengamankan data dari akses tidak sah (unauthorized access), penyalahgunaan, dan kehilangan data.
Hal tersebut penting karena jika data pribadi dicuri, privasi tidak dijamin sehingga membuka jendela untuk risiko bocornya identitas pribadi dan pelanggaran keamanan lainnya. Sehingga setiap orang wajib untuk dapat mengelola data pribadi dengan baik.
Aminudin Bin Mustaffa berbicara tentang “Protection of Children From Cybercrime: Malaysia’s Experience”. Menurutnya, Cybercrime yang menyasar anak-anak di Malaysia cukup memprihatinkan.
Data Statistik menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan dalam berbagai jenis kejahatan dunia maya terhadap anak-anak, terutama dalam kejahatan terkait seksual. Selain itu, laporan kepolisian mengungkapkan bahwa jumlah IP address yang terdeteksi terlibat dalam aktivitas cyber-pedofilia terus meningkat secara signifikan. Tercatat ada 93.368 IP address terkait aktivitas pedofilia antara tahun 2017 hingga kuartal pertama 2022.
Heru Susetyo memaparkan tentang Right To Be Forgotten. Menurutnya, dalam perspektif hukum Indonesia, Right To Be Forgotten atau hak untuk dilupakan mulai diperkenalkan pada revisi Undang-Undang ITE tahun 2016, dimana pada Pasal 26 ayat (3) menyatakan, “Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan Orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan”.
Konsep atau klausul hak untuk dilupakan (Right to be Forgotten) secara tidak langsung telah diakui dalam UUD 1945 yang dikaitkan dengan hak perlindungan privasi. Saat ini Indonesia telah memiliki peraturan yang secara khusus mengatur tentang perlindungan data pribadi, dimana ketentuan mengenai Right To Be Forgotten diatur dalam UU No. 27 Tahun 2022 Tentang Pelindungan Data Pribadi Pasal 43 ayat (l) yang mengatur tentang kewajiban menghapus data pribadi oleh Pengendali Data Pribadi.
Selain itu, Bhanu Prakash Nunna menyampaikan materi tentang “Elderly Victims of Cybercrime: Vulnerabilities & Strategies to Create Awareness”. Bhanu menemukan bahwa Para Lansia banyak menjadi sasaran kejahatan Cybercrime, hal ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya: pertama, pada kejahatan keuangan yang menimpa lansia terjadi karena mereka telah mengumpulkan sumber daya.
Banyak yang memiliki rumah dan memiliki asuransi, program pensiun, tabungan, saham dan obligasi, dan aset serupa yang mungkin tidak selalu diawasi secara ketat.
Kedua, rentan dalam gaya hidup. Ketiga, banyak yang terisolasi karena disabilitas, ketakutan akan kekerasan dalam masyarakat, kurangnya persahabatan, atau kurangnya transportasi. Dan keempat, banyak yang percaya atau berpuas diri atau melupakan detail dan mungkin malu untuk mengakui bahwa mereka adalah korban.