TERNATE#– Ketua Badan Pemenang Pemilu (Bappilu) DPD PAN Kota Ternate, Husein M. Umasangadji, menentang keberanian mantan Ketua DPW PAN Maluku Utara (Malut), keluar atau mundur dari kader PAN.
Menurut Husein, pernyataan Iskandar dan loyalisnya terhadap DPP PAN seperti bukan lagi sebagai seorang kader, dan itu terbukti beberapa loyalis Iskandar saat menyampaikan statemen yang keras mereka langsung keluar dari kader PAN.
“Kami sangat mengharagai beberapa kader PAN yang menyampaikan statemen keras karena kecewa terhadap DPP, sehingga mereka juga tahu maka langsung keluar dari kader PAN,” cetusnya.
Sementara Iskandar Idrus, sampai sekarang tidak berani menyampaikan sikap untuk keluar dari kader partai. Padahal yang bersangkutan dan loyalisnya suda menghujat DPP dan Ketum Zulkifli Hasan.
“Satu hal penting yang kita tunggu, jika Iskandar mampu meyakinkan orang-orangnya untuk keluar dari partai, maka secara politik dia sendiri juga harus keluar sebagai bagian dari komitment bersama dengan para loyalisnya,”tegas Husein.
Ia mengigatkan, ketika memilih dan memutuskan untuk keluar dari partai maka tidak etis lagi membicarakan atau mengomentari putusan politik yang suda diambil oleh partai.
“Anda mau komentar apapun itu tidaklah berpengaruh lagi karena anda suda di luar. Itu sebabnya saya himbau pada teman-teman yang memilih keluar agar sadar dan tahu diri bahwa sikap yang telah kalian ambil tersebut telah membatasi hak kalian untuk beretorika dalam dinamika ini, karena hilangnya status kader,”
Menurutnya, boleh beda pandangan ide dan lain-lain, namun selama itu masih ada dalam satu atap maka akan ada titik temu penyelesaiannya selagi mau berjiwa besar mengedepankan kepentingan partai, bukan kepentingan pribadi. Apalagi mengaitkan itu dengan masalah di luar partai.
“Mundurnya kader yang sebagian besar juga Bacaleg itu membuat kami semakin sadar, bahwa PAN tidak baik bila diisi oleh para politisi cengeng yang menolak untuk realistis, PAN hanya butuh orang-orang yang bisa bersikap dengan logika bukan ikut ramai saja,”
Husein menjelaskan, pengambilan putusan dalam partai hirarkinya ada di DPP selaku pimpinan tertinggi, bukan tanpa alasan ketika DPP memutuskan tidak mengakomodir Iskandar Idrus menjadi Bacaleg DPR RI, tentu itu telah melewati tahapan kajian yang terukur sebelumnya.
“Memang normatifnya partai mengutamakan kader, namun jika stok kader yang ada di Maluku Utara tidak memiliki garansi untuk meraih kursi, maka partai dalam hal ini DPP pun wajar membuka diri bagi tokoh non partisan untuk bergabung, itu biasa dan wajar, tidak saja di PAN, hal serupa bisa terjadi di partai manapun karena target kursi yang dibicarakan adalah DPR RI, maka partai butuh orang yang ketokohan dan elektabilitasnya bisa menjamin raihan kursi di 2024 nanti,” jelasnya.
Untuk itu, diirnya menilai langkah ikhtiar DPP suda tepat, namun sayangnya masih ada pihak-pihak yang menganggap DPP mengorbankan Iskandar Idrus selaku kader lalu membawa nama Nita dan polimik di Kesultanan Ternate sebagai penyebabnya, sama skali tidak benar spekulasi itu.
“Ini murni kepentingan partai, bahwa ketiga tokoh yang dipilih punya rekam jejak keterpilihan di atas dua puluh lima ribu suara pada kontestasi politik sebelumnya. Itulah dasar pijakan DPP. Pak Hein terpilih jadi Bupati Halut dua periode dengan kemenangan suara di atas 25 ribu, Ibu Nita dua kali masuk senayan mewakili DPD dan DPR RI Malut dengan keterpilihan di atas 25 ribu suara, lalu Pak Man pun demikian masuk PAW kursi DPD Malut dua periode dengan keterpilihan suara di atas dua puluh 25 ribu juga. Jelas fakta rekam jejak tersebut adalah indikatornya,” tegas Husein.
Sementara Iskandar Idrus diminta oleh DPP untuk kembali Caleg mempertahankan kursi DPRD provinsi Dapil I Ternate-Halbar, namun yang bersangkutan menolak, jelas penolakan tersebut dianggap sebagai sikap membangkang terhadap DPP.
“Sangat disayangkan memang penolakan Iskandar disertai sikap mundur tersebut didasari dan dihubungkan dengan polemik di keraton Kesultanan Ternate, karena ada nama Ibu Nita dalam komposisi caleg yang dipilih DPP, padahal sejatinya tidak ada hubungan sama sekali,” katanya.
Lanjut dia, Nita adalah satu-satunya caleg perempuan yang mendaftar di dapil DPR RI Maluku Utara dan karena regulasinya mewajibkan harus ada keterwakilan perempuan, maka kehadiran Nita adalah tuntutan regulasi dan partai wajib mengakomodir itu sebagai representatif kaum perempuan dalam komposisi caleg.
“Regulasi suda cukup jelas, jadi aneh jika dipersoalkan. Artinya kalau pun para loyalis Iskandar tidak puas maka yang harus mereka persoalkan itu komposisi caleg prianya bukan Ibu Nita,” tambahnya.
Husein menambahkan, Iskandar dan loyalisnya lupa bahwa ini adalah murni polemik internal partai bukan keraton, bahwa sejatinya dia diangkat jadi ketua DPW sebelumnya juga oleh partai bukan keraton. Demikian semua pihak juga harus bisa memahami dinamika ini.
“Politisi memang butuh berinteraksi di ruang sosialnya, sinergi boleh saja sepanjang itu tidak menimbulkan kegaduhan lantas mengabaikan kepentingan partai. Satu hal penting yang kita tunggu, jika Iskandar mampu meyakinkan orang-orangnya untuk keluar dari partai, maka secara politik dia sendiri juga harus keluar sebagai bagian dari komitment bersama,” pungkasnya.